Bukan DJP yang ingin 'merdeka', yang perlu dipahami adalah bahwa ini
adalah kebutuhan negara” Wahju K. Tumakaka, Pejabat Pengganti Direktur
Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, dalam
kesempatan ngobrol santai bareng wartawan di Kantor Pusat Ditjen Pajak,
Jumat (8/8/2014).
Menurutnya, sebuah negara demokrasi membutuhkan paling tidak dua
macam partisipasi publik, partisipasi politik, misalnya dalam pemilihan
presiden yang baru lalu dan partisipasi finansial, yaitu membayar pajak.
Sehingga Pajak sebagai sumber penerimaan dalam sebuah negara demokrasi
adalah sebuah keniscayaan.
"Ketika suatu Negara semakin maju, akan mengelola anggaran yang semakin besar, nah ke depan seperti apa sih bentuk tax administration yang dibutuhkan? Apakah dengan kondisi yang sekarang sudah cukup memadai?” ungkap Wahju menambahkan.
Pernyataan Wahju di atas menanggapi maraknya pemberitaan tentang
wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara di bawah pemerintahan
mendatang.
Wahju menegaskan, “Bentuk dan posisi tax administrator tidak penting, yang lebih penting adalah bagaimana fungsi tax administrator dapat berjalan dengan baik. Tidak peduli di bawah siapa. Karena yang dibahas governance dan efektivitasnya.”
Indonesia dapat mengambil contoh dari beberapa negara yang sistem
perpajakannya telah berjalan dengan baik. Bisa mengikuti model seperti
IRS di Amerika yang di bawah Ministry of Treasury, bisa juga mengambil
contoh Lembaga Hasil Dalam Negeri di Malaysia.
Namun demikian, menurut Wahju, ketika mengambil model dari negara
lain, penerapannya perlu disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.
"Agar dapat berfungsi dengan baik, tax administrator perlu memiliki empat kewenangan terkait organisasi, Sumber Daya Manusia, teknologi informasi serta anggaran", ungkap Wahju.
Kondisi sekarang kewenangan di empat aspek tersebut semuanya berada
di luar kewenangan DJP.
Kewenangan terkait penambahan pegawai, berada di
Biro SDM Kementerian Keuangan, Badan Kepegawaian Negara dan Kementerian
PAN-RB. Keterbatasan juga dialami dalam hal anggaran. Wahju menambahkan
anggaran Kementerian Keuangan tidak mungkin tiba-tiba melonjak hanya
karena anggaran DJP naik tinggi. “Anggaran Kementerian Keuangan yang
terbatas kan ngga mungkin dihabiskan untuk keperluan DJP saja, gimana dengan eselon I lainnya?” cetusnya.
“Badan ini akan menjadi entitas yang ditentukan oleh siapa yang
menduduki kekuasaan. Badan ini bisa di bawah Presiden langsung. Bisa
juga tetap di bawah Kementerian Keuangan. Yang penting efektifitasnya”
ungkap Wahju.
Mengenai kekhawatiran sejumlah pihak bahwa nantinya tax administrator dapat menjadi lembaga super power,
Wahju menegaskan bahwa hal tersebut dapat dicegah dengan menciptakan
suatu sistem yang baik, dengan melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
misalnya.
Pada akhirnya, “Bentuk dan posisi tax administrator akan tergantung
pada interaksi politik di dalam negeri, karena demokrasi di Indonesia
belum mature” pungkas Wahju. "Sistem ini seperti apa ya
tergantung negara. Kalau mau pisah juga, nanti keputusan politik juga
yang menentukan," pungkasnya.
sumber: http://www.pajak.go.id/content/wahju-k-tumakaka-otonomi-pajak-adalah-kebutuhan-negara-bukan-djp-yang-ingin-merdeka
No comments:
Post a Comment