Perhatikan moda transportasi yang satu ini, Kereta Api. Apalagi di
musim mudik lebaran baru-baru ini. Kita tentu setuju bahwa moda kereta
api telah mengalami kemajuan. Terutama kemajuan dalam melayani
penumpang.
Bukan hanya itu, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT.
Kereta Api Indonesia (KAI) berubah menjadi perusahaan yang sebelumnya
kerap merugi menjadi BUMN yang menguntungkan dan sarat prestasi.

Dalam buku “Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia”,
upaya Pak Jonan di awal memimpin PT. KAI misalnya pemasangan sistem
penampungan limbah toilet di kereta sehingga limbah dari penumpang tidak
langsung dibuang ke tanah.
Sesuatu hal yang mungkin dianggap sepele.
Pak Jonan juga menaikkan gaji pegawai dengan remunerasi sekaligus
menerapkan reward and punishment tanpa kompromi.
Pola urut kacang dalam kenaikan jabatan dihilangkan dan diganti
dengan merit-based system. Beberapa pegawai juga diberikan kesempatan ke
luar negeri untuk menimba ilmu mulai dari level manajer hingga penjaga
loket.
Di masa awal kepemimpinannya, Pak Jonan mengubah pola pikir
pegawainya untuk bekerja dengan customer oriented sekalipun PT. KAI
tidak memiliki saingan. Perubahan pola pikir tersebut berhasil mengubah
wajah PT. KAI. Dengan fokus pada kepentingan stakeholder, perbaikan demi
perbaikan mulai menunjukkan hasil. Salah satu yang fenomenal adalah
penerapan sistem boarding di stasiun dan pemberantasan sistem percaloan
tiket yang sudah mengakar begitu kuat.
Wajah kereta api saat ini sudah jauh lebih baik berkat kerja-kerja
luar biasa PT. KAI yang dipimpin sosok Ignasius Jonan. Sebagai
penghargaan atas prestasi-prestasi beliau, Kementerian BUMN
menganugerahkan Pak Jonan sebagai Best of The Best CEO BUMN Tahun 2013.
Menurut Pak Jonan, untuk mengubah pola pikir dan bekerja dengan customer
oriented, diperlukan tiga syarat yaitu kepemimpinan yang memberi
contoh, passion dan konsisten. Pak Jonan sebagai leader memposisikan
diri sebagai mandor yang juga selalu memberikan contoh yang baik dalam
bekerja.
Ditjen Pajak sebagai institusi yang telah mereformasi diri
menjadi institusi modern, dinilai belum cukup menunjukkan ‘wajah’
keberhasilan.
Terlepas dari berbagai kendala yang mendera, Ditjen Pajak belum
berhasil meningkatkan tax ratio secara signifikan untuk memenuhi target
penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir. Berkaca pada
keberhasilan Kereta Api, langkah reformasi birokrasi yang telah
dijalankan Ditjen Pajak hampir serupa dengan langkah Kereta Api.
Ada
remunerasi, ada kesempatan peningkatan kompetensi dengan belajar ke luar
negeri, ada pola mutasi karier jabatan dan penerapan reward and
punsihment. Namun berbagai upaya ini dinilai belum cukup mampu membawa
Ditjen Pajak menuju keberhasilan.
Maka Ditjen Pajak mungkin dapat
memperhatikan tiga syarat yang disampaikan Pak Jonan tadi. Pertama, pemimpin yang memberi contoh. Bahasa lainnya adalah mampu
memberi keteladanan. Pimpinan yang memberi teladan baik dalam berbagai
level mungkin tidak cukup banyak di Ditjen Pajak.
Sehingga tidak mampu
memberi pengaruh yang besar untuk mengelola segala potensi dan sumber
daya yang dimiliki Ditjen Pajak. Keteladanan merupakan mata air kebaikan
yang menjadi sumber motivasi segenap pegawai dalam bekerja.
Ditjen Pajak memerlukan sosok pemimpin bukan sekadar manajer. Sosok
yang mau bekerja keras mengubah pola pikir dan kebiasaan-kebiasaan tidak
baik yang masih tersisa dalam internal Ditjen Pajak. Sosok yang sudah
selesai dengan kepentingan pribadinya, sehingga bisa memberi contoh
bekerja yang baik.
Kedua, memperhatikan passion pegawai. Lingkup pekerjaan Ditjen Pajak
yang beragam tentu memerlukan banyak keahlian. Bekerja sesuai dengan
keahlian dan passion akan membuat pekerjaan menjadi terasa ringan dan
mengasyikkan.
Ditjen Pajak perlu memetakan kembali passion dari
masing-masing pegawainya dan kemudian berani merombak posisi jabatan
pegawai sesuai passionnya. Dengan upaya ini, para pegawai akan bekerja
dengan cerdas dan dengan ikhlas.
Ketiga, menjaga konsistensi. Setiap pegawai perlu menyadari bahwa
segala upaya yang ditempuh Ditjen Pajak harus dilakukan dengan
konsisten. Pencapaian yang baik harus dipertahankan dan ditingkatkan,
sedangkan segala kekurangan diperbaiki. Konsistensi akan membawa Ditjen
Pajak pada keberhasilan.
Adanya harapan agar Ditjen Pajak menjadi badan tersendiri atau bagian
yang memiliki kewenangan luas, menjadi pertaruhan yang menentukan wajah
Ditjen Pajak ke depannya. Ditjen Pajak akan berhasil bila diawali
dengan dipimpin sosok yang memberi teladan dalam setiap level. Leading
by example.
No comments:
Post a Comment