Friday, August 22, 2014

Pajak: Leading by Example

Oleh Muchammad Hafiz Ramadhan, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Perhatikan moda transportasi yang satu ini, Kereta Api. Apalagi di musim mudik lebaran baru-baru ini. Kita tentu setuju bahwa moda kereta api telah mengalami kemajuan. Terutama kemajuan dalam melayani penumpang. 

Bukan hanya itu, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT. Kereta Api Indonesia (KAI) berubah menjadi perusahaan yang sebelumnya kerap merugi menjadi BUMN yang menguntungkan dan sarat prestasi.

Berbagai kemajuan tersebut paling banyak terjadi saat PT. KAI dipimpin oleh Ignasius Jonan mulai tahun 2009 hingga sekarang. Tentu bagian penting dari pencapaian tersebut adalah mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Pak Jonan sehingga dapat memajukan PT. KAI yang dipimpinnya. 

Dalam buku “Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia”, upaya Pak Jonan di awal memimpin PT. KAI misalnya pemasangan sistem penampungan limbah toilet di kereta sehingga limbah dari penumpang tidak langsung dibuang ke tanah. 

Sesuatu hal yang mungkin dianggap sepele. Pak Jonan juga menaikkan gaji pegawai dengan remunerasi sekaligus menerapkan reward and punishment tanpa kompromi.

Pola urut kacang dalam kenaikan jabatan dihilangkan dan diganti dengan merit-based system. Beberapa pegawai juga diberikan kesempatan ke luar negeri untuk menimba ilmu mulai dari level manajer hingga penjaga loket. 

Di masa awal kepemimpinannya, Pak Jonan mengubah pola pikir pegawainya untuk bekerja dengan customer oriented sekalipun PT. KAI tidak memiliki saingan. Perubahan pola pikir tersebut berhasil mengubah wajah PT. KAI. Dengan fokus pada kepentingan stakeholder, perbaikan demi perbaikan mulai menunjukkan hasil. Salah satu yang fenomenal adalah penerapan sistem boarding di stasiun dan pemberantasan sistem percaloan tiket yang sudah mengakar begitu kuat.

Wajah kereta api saat ini sudah jauh lebih baik berkat kerja-kerja luar biasa PT. KAI yang dipimpin sosok Ignasius Jonan. Sebagai penghargaan atas prestasi-prestasi beliau, Kementerian BUMN menganugerahkan Pak Jonan sebagai Best of The Best CEO BUMN Tahun 2013. 

Menurut Pak Jonan, untuk mengubah pola pikir dan bekerja dengan customer oriented, diperlukan tiga syarat yaitu kepemimpinan yang memberi contoh, passion dan konsisten. Pak Jonan sebagai leader memposisikan diri sebagai mandor yang juga selalu memberikan contoh yang baik dalam bekerja. 

Ditjen Pajak sebagai institusi yang telah mereformasi diri menjadi institusi modern, dinilai belum cukup menunjukkan ‘wajah’ keberhasilan.

Terlepas dari berbagai kendala yang mendera, Ditjen Pajak belum berhasil meningkatkan tax ratio secara signifikan untuk memenuhi target penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir. Berkaca pada keberhasilan Kereta Api, langkah reformasi birokrasi yang telah dijalankan Ditjen Pajak hampir serupa dengan langkah Kereta Api. 

Ada remunerasi, ada kesempatan peningkatan kompetensi dengan belajar ke luar negeri, ada pola mutasi karier jabatan dan penerapan reward and punsihment. Namun berbagai upaya ini dinilai belum cukup mampu membawa Ditjen Pajak menuju keberhasilan. 

Maka Ditjen Pajak mungkin dapat memperhatikan tiga syarat yang disampaikan Pak Jonan tadi. Pertama, pemimpin yang memberi contoh. Bahasa lainnya adalah mampu memberi keteladanan. Pimpinan yang memberi teladan baik dalam berbagai level mungkin tidak cukup banyak di Ditjen Pajak. 

Sehingga tidak mampu memberi pengaruh yang besar untuk mengelola segala potensi dan sumber daya yang dimiliki Ditjen Pajak. Keteladanan merupakan mata air kebaikan yang menjadi sumber motivasi segenap pegawai dalam bekerja.

Ditjen Pajak memerlukan sosok pemimpin bukan sekadar manajer. Sosok yang mau bekerja keras mengubah pola pikir dan kebiasaan-kebiasaan tidak baik yang masih tersisa dalam internal Ditjen Pajak. Sosok yang sudah selesai dengan kepentingan pribadinya, sehingga bisa memberi contoh bekerja yang baik.

Kedua, memperhatikan passion pegawai. Lingkup pekerjaan Ditjen Pajak yang beragam tentu memerlukan banyak keahlian. Bekerja sesuai dengan keahlian dan passion akan membuat pekerjaan menjadi terasa ringan dan mengasyikkan. 

Ditjen Pajak perlu memetakan kembali passion dari masing-masing pegawainya dan kemudian berani merombak posisi jabatan pegawai sesuai passionnya. Dengan upaya ini, para pegawai akan bekerja dengan cerdas dan dengan ikhlas.

Ketiga, menjaga konsistensi. Setiap pegawai perlu menyadari bahwa segala upaya yang ditempuh Ditjen Pajak harus dilakukan dengan konsisten. Pencapaian yang baik harus dipertahankan dan ditingkatkan, sedangkan segala kekurangan diperbaiki. Konsistensi akan membawa Ditjen Pajak pada keberhasilan.

Adanya harapan agar Ditjen Pajak menjadi badan tersendiri atau bagian yang memiliki kewenangan luas, menjadi pertaruhan yang menentukan wajah Ditjen Pajak ke depannya. Ditjen Pajak akan berhasil bila diawali dengan dipimpin sosok yang memberi teladan dalam setiap level. Leading by example.

No comments:

Post a Comment