Oleh Alpha Nur Setyawan Pudjono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pada bulan Juli tahun 2014 kemarin ada beberapa hal yang sering menjadi
pembicaraan segenap masyarakat Indonesia. Setidaknya ada tiga hal yang
menarik perhatian penulis.
Pertama adalah Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden tahun 2014, kedua adalah Piala Dunia 2014 yang dilaksanakan di
Brasil dengan segala macam pernak-perniknya, dan yang ketiga adalah
perlu tidaknya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi Badan Otonom
dengan beberapa jenis isu yang sejenis misalnya DJP menjadi kementerian
tersendiri, DJP mempunyai kewenangan sendiri dan berbagai macam isu yang
mirip-mirip lainnya.
Tentu saja point pertama dan kedua bukan menjadi concern
utama tulisan ini, karena penulis sadar diri belum mempunyai kapasitas
untuk membahasnya. Jadi dalam tulisan ini, penulis akan mencoba
memberikan sedikit referensi pada point ketiga dengan lebih menfokuskan
diri untuk membahas otoritas perpajakan secara prakteknya di dunia
internasional.
Ibarat pepatah tak kenal maka tak sayang, maka harapan
penulis apabila suatu saat Direktorat Jenderal Pajak menjadi badan
otonom, tulisan ini dapat memberikan sedikit gambaran mengenai badan
otonom pajak di mata internasional.
Sehingga apabila benar telah menjadi
Badan Otonom Pajak, maka kita dapat lebih menyayangi institusi kita.
Semoga.
Ketika kita akan mengulas Badan Otonom Pajak, alangkah lebih baiknya
jika kita mengetahui apa definisi dari otonomi itu sendiri. Dari studi
literatur, diketahui sangat banyak sekali makna dari kata otonomi tetapi
menurut penulis definisi yang paling pas untuk artikel ini adalah
definisi otonomi adalah
“.. the degree to which a government department or agency is able
to operate independently from government, in term of legal from and
status, funding and budget, financial, human resources and
administrative practices.” (Crandall , 2010)
Terjemahan bebas definisi otonomi diatas, dalam bahasa Indonesia
adalah bahwa otonomi itu berkaitan dengan tingkatan independensi
lembaga pemerintah dari kontrol pemerintah pusat dalam hal bentuk
hukum/status, pendanaan dan anggaran, keuangan, sumber daya manusia dan
pengadministrasian.

Berdasar gambar diatas dapat kita ketahui beberapa macam model yang
berkembang di dunia internasional dilihat dari keotonomian sebuah
lembaga/badan pemerintah, semakin otonom suatu lembaga/badan pemerintah
maka kewenangan kontrol pemerintah pusat akan semakin berkurang, dan
diharapkan meningkatnya akuntabilitas dan transparansi lembaga/badan
tersebut.
Pada figur paling kiri adalah standar/tradisional model dari suatu
departemen pemerintahan didalam kementerian. Contoh nyatanya yang masih
diadopsi di dunia internasional adalah lembaga lembaga yang bergerak di
sektor pertanian biasanya masih berada di bawah kementerian pertanian,
maupun otoritas perpajakan.
Sedangkan secara praktik di dunia
internasional Otoritas Pajak masuk dalam kategori Badan Semi Otonom.
Bank Sentral dan berbagai macam Badan Pengawas berada pada kategori
Badan Otonom, sedangkan rentang kategori model selanjutnya diisi
berturut-turut BUMN dan sektor swasta.
Sejalan dengan bagan diatas, bentuk dari otoritas penerimaan negara menurut OECD juga terbagi menjadi beberapa kategori yaitu:
- Otoritas penerimaan negara yang berbentuk direktorat dibawah Kementerian Keuangan, sama seperti yang dipraktekkan di Indonesia.
- Otoritas penerimaan negara yang berbentuk berbagai macam direktorat dan berada dibawah Kementerian Keuangan. Fungsi administrasi perpajakan menjadi tanggung jawab beberapa unit organisasi dibawah Kementerian Keuangan
- Otoritas penerimaan negara yang berbentuk badan semi otonom. Yakni fungsi administrasi perpajakan, dan fungsi pendukung seperti sumber daya manusia, penganggaran, informasi teknologi, dsb, menjadi tanggung jawab badan otonom perpajakan, dan ketua badan otonom bertanggung jawab kepada pemerintah pusat.
- Otoritas penerimaan negara yang berbentuk badan semi otonom dengan adanya dewan atas badan semi otonom tersebut. Fungsinya hampir sama seperti badan semi otonom bedanya adalah ketua badan semi otonom melaporkan pekerjaan tidak hanya kepada pemerintah pusat akan tetapi juga kepada Dewan Badan Semi Otonom yang berasal dari pihak pihak eksternal otoritas penerimaan negara tersebut.
Perlu juga kita ketahui bahwa ternyata di dunia internasional
ada tiga alasan yang sangat kuat yang mengakibatkan selama kurun waktu
tiga dekade terakhir pemerintahan dari negara berkembang maupun negara
maju melakukan reformasi dan modernisasi yang pada akhirnya adanya
tendensi untuk melakukan otonomi pada lembaga lembaga pemerintahan,
dengan ketiga alasan tersebut adalah:
- Adanya kebutuhan untuk menyediakan pelayanan yang lebih efektif dan tidak membebankan biaya yang mahal kepada masyarakat.
- Adanya kebutuhan dan kesadaran untuk menyelesaikan permasalahan atas ketidakefisienan pada prosedur tata kelola pemerintahan yang lama, biasanya masih bersifat tradisional yang mengakibatkan ketidakmampuan pemerintah merespon perubahan dan tantangan yang cepat yang terjadi di luar sebagai konsekuensi logis globalisasi.
- Adanya tekanan untuk mengadopsi manajemen yang lebih professional seperti yang telak dilaksanakan oleh sector swasta ke dalam institusi pemerintahan.
Khusus untuk alasan pembentukan badan otonom perpajakan yang
notabene sedang menjadi trend di negara berkembang maupun negara maju,
selain ketiga alasan pembentukan otonomi lembaga pemerintah diatas
adalah alasan efisiensi dan efektifitas dikarenakan
(Crandall,2010;OECD,2013):
- Sebagai lembaga yang bersifat “single purpose agency” Badan Otonom Pajak bisa memaksimalkan seluruh sumber dayanya untuk mengamankan penerimaan negara.
- Sebagai lembaga otonom, Badan Otonom Pajak dapat mengatur urusannya sendiri secara lebih professional, dan pada operasional sehari hari bebas dari tekanan politik.
- Berada di luar aturan “Civil Service” (PNS), sehingga dapat dengan mudah menjalankan kebijakan tersendiri misal kebijakan sumber daya manusianya (perekrutan, pengembangan kapasitas, pemberhentian, dsb).
Penutup
Dari sekelumit penjabaran akan praktek Badan Otonom Pajak diatas,
penulis berharap dapat memberikan sedikit gambaran besar mengenai apa
itu Badan Otonom Pajak dan prakteknya di dunia Internasional.
Ditambah
pula penekanan selanjutnya adalah sudah menjadi fakta bahwa dalam
kurun waktu duapuluh tahun terakhir hampir empat puluh Badan Otonom
Pajak didirikan di berbagai belahan dunia sebagai sebagai jawaban atas
tuntutan perubahan besar besaran “massive reform” di sektor perpajakan.
Pertanyaan besar selanjutnya adalah akankah Indonesia menyusul trend
dunia tersebut?
No comments:
Post a Comment