
Kini, setelah berlalu tiga dasawarsa, pajak menjadi panglima utama
dalam menyokong pembangunan nasional dan akan semakin strategis lagi
peran dan kontribusinya di masa-masa mendatang demi memenuhi kebutuhan
hajat hidup bangsa Indonesia.
Dengan terus meningkatnya target
penerimaan pajak guna membiayai kebutuhan Indonesia ke depan maka
tentunya harus diimbangi pula dengan suatu otoritas pajak yang dapat
memenuhi tuntutan tersebut.
Tanpa adanya kewenangan untuk membuat kantor pelayanan pajak baru,
menambah pegawai baru, menaikan remunerasi bagi pegawai yang berprestasi
dan memberi tunjangan daerah terpencil bagi pegawai yang ditempatkan di
daerah-daerah terpencil, sebagaimana kondisi Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) sekarang sebagai otoritas pajak Indonesia, maka mustahil untuk
memenuhi target penerimaan negara tersebut.
Oleh karena itu tak dapat dipungkiri lagi bahwa otonomi pajak di
bidang strukturisasi organisasi, Sumber Daya Manusia dan anggaran bukan
lagi sebuah pilihan atau alternatif semata tapi sudah merupakan suatu
keniscayaan agar otoritas pajak Indonesia dapat mencukupi kebutuhan
negara dan bangsanya ke depan.
Syukurlah bahwa angin segar telah berhembus dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Saat ini Kemenkeu tengah menyusun roadmap pembentukan Badan Penerimaan Negara yang otonom dalam mengatur seluruh sisi penerimaan pajak. Penyusunan roadmap
ini merupakan bagian dari program 100 hari terakhir Kabinet Indonesia
Bersatu Jilid II dan ditargetkan rampung pada Oktober nanti.
Masalahnya sekarang adalah tuntutan waktu. Pembentukan Badan Otonomi
Pajak mendesak untuk dilakukan mengingat semenjak 2012, Indonesia terus
mengalami defisit keseimbangan primer dimana utang hanya cukup untuk
menutupi defisit yang terus menerus terjadi.
Selama tiga tahun terakhir, pemerintah tidak mampu membayar cicilan
bunga utang dengan penerimaan negara dalam negeri yang 70% lebih
ditopang oleh pajak. Akibatnya, gali lubang tutup lubang utang negara.
Sedangkan fungsi APBN yang seyogyianya sebagai stimulus fiskal limbung,
tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Saat ini APBN kita rapuh. Defisit primer pada APBN tahun 2012
mencapai Rp.45,5 triliun. Lalu pada tahun 2013, defisit primer membesar
dua kali lipat menjadi sebesar Rp.96 triliun. Kemudian dalam APBN
Perubahan 2014 sekarang, defisit primer sudah capai Rp.111 triliun. Hal
ini tentu tidak dapat dibiarkan tapi harus segera dibenahi.
Jika tidak,
maka perekonomian Indonesia akan ambruk dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) bisa pecah atau bahkan bubar.
Mencegah ekonomi Indonesia dari keambrukan, yang sekaligus menjaga
keutuhan NKRI ke depan, hanya dapat dilakukan dengan mengurangi hingga
tiada lagi tergantung sama sekali dari utang dalam dan luar negeri
melalui kemandirian fiskal, alias dengan peningkatan penerimaan pajak
secara signifikan yang tentunya akan meningkatkan pula tax ratio Indonesia.
Berbeda dengan negara-negara industri maju yang penerimaan pajaknya
sebagian besar berasal dari wajib pajak (WP) perorangan, penerimaan
pajak di Indonesia masih didominasi 70% oleh WP badan. Akibatnya, saat
perekonomian terguncang, penerimaan pajak terganjal.
Banyaknya perorangan yang belum terdaftar sebagai WP dan masih
banyaknya WP yang belum membayar pajak dengan benar, terutama di sektor
pertambangan mineral dan batubara, hanya dapat dibenahi melalui
ekstensifikasi dan intensifkasi pajak secara masif dan berkesinambungan.
Sayangnya, jumlah pegawai pajak dan kantor pelayanan pajak masih jauh
dari kebutuhan. DJP tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasi hal-hal
guna mendongkrak penerimaan pajak itu mengingat DJP tidak memiliki
otonomi di bidang strukturisasi organisasi, Sumber Daya Manusia dan
anggaran.
Hanya dengan pembentukan Badan Otonomi Pajak yang diberi kewenangan
penuh di bidang strukturisasi organisasi, Sumber Daya Manusia dan
anggaran, maka penerimaan pajak sebagai penopang utama APBN dus penopang
pembangunan nasional Indonesia dapat digenjot dengan lebih cepat,
efisien dan efektif.
Pada akhirnya, pembentukan Badan Otonomi Pajak bukan sekadar
mengikuti trend negara-negara maju dan berkembang lainnya yang dalam
tiga dasawarsa terakhir banyak yang merestrukturisasi otoritas pajaknya
menjadi Badan Otonomi Pajak, namun karena memang kondisi obyektif
perekonomian nasional dan global sekarang menuntut negara Indonesia
untuk sesegera mungkin memiliki sebuah Badan Administrasi Pajak yang
otonom agar efisien dan efektif dalam mengamankan penerimaan pajak demi
keberlangsungan negara Indonesia yang kita cintai bersama.
Oleh Wiyoso Hadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
No comments:
Post a Comment