Sunday, September 14, 2014

Indonesia Butuh Badan Otonomi Pajak


Hingga awal tahun 1980-an, pembangunan Indonesia ditopang sebagian besar oleh hasil penjualan minyak dan gas bumi. Setelah itu, karena sumber daya alam tidak dapat diandalkan lagi maka Pemerintah mulai mengandalkan penerimaan pajak sebagai sumber utama penerimaan APBN.

Kini, setelah berlalu tiga dasawarsa, pajak menjadi panglima utama dalam menyokong pembangunan nasional dan akan semakin strategis lagi peran dan kontribusinya di masa-masa mendatang demi memenuhi kebutuhan hajat hidup bangsa Indonesia. 

Dengan terus meningkatnya target penerimaan pajak guna membiayai kebutuhan Indonesia ke depan maka tentunya harus diimbangi pula dengan suatu otoritas pajak yang dapat memenuhi tuntutan tersebut.

Tanpa adanya kewenangan untuk membuat kantor pelayanan pajak baru, menambah pegawai baru, menaikan remunerasi bagi pegawai yang berprestasi dan memberi tunjangan daerah terpencil bagi pegawai yang ditempatkan di daerah-daerah terpencil, sebagaimana kondisi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sekarang sebagai otoritas pajak Indonesia, maka mustahil untuk memenuhi target penerimaan negara tersebut.

Oleh karena itu tak dapat dipungkiri lagi bahwa otonomi pajak di bidang strukturisasi organisasi, Sumber Daya Manusia dan anggaran bukan lagi sebuah pilihan atau alternatif semata tapi sudah merupakan suatu keniscayaan agar otoritas pajak Indonesia dapat mencukupi kebutuhan negara dan bangsanya ke depan.

Syukurlah bahwa angin segar telah berhembus dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Saat ini Kemenkeu tengah menyusun roadmap pembentukan Badan Penerimaan Negara yang otonom dalam mengatur seluruh sisi penerimaan pajak. Penyusunan roadmap ini merupakan bagian dari program 100 hari terakhir Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dan ditargetkan rampung pada Oktober nanti.

Masalahnya sekarang adalah tuntutan waktu. Pembentukan Badan Otonomi Pajak mendesak untuk dilakukan mengingat semenjak 2012, Indonesia terus mengalami defisit keseimbangan primer dimana utang hanya cukup untuk menutupi defisit yang terus menerus terjadi.

Selama tiga tahun terakhir, pemerintah tidak mampu membayar cicilan bunga utang dengan penerimaan negara dalam negeri yang 70% lebih ditopang oleh pajak. Akibatnya, gali lubang tutup lubang utang negara. Sedangkan fungsi APBN yang seyogyianya sebagai stimulus fiskal limbung, tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Saat ini APBN kita rapuh. Defisit primer pada APBN tahun 2012 mencapai Rp.45,5 triliun. Lalu pada tahun 2013, defisit primer membesar dua kali lipat menjadi sebesar Rp.96 triliun. Kemudian dalam APBN Perubahan 2014 sekarang, defisit primer sudah capai Rp.111 triliun. Hal ini tentu tidak dapat dibiarkan tapi harus segera dibenahi. 

Jika tidak, maka perekonomian Indonesia akan ambruk dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bisa pecah atau bahkan bubar.

Mencegah ekonomi Indonesia dari keambrukan, yang sekaligus menjaga keutuhan NKRI ke depan, hanya dapat dilakukan dengan mengurangi hingga tiada lagi tergantung sama sekali dari utang dalam dan luar negeri melalui kemandirian fiskal, alias dengan peningkatan penerimaan pajak secara signifikan yang tentunya akan meningkatkan pula tax ratio Indonesia.

Berbeda dengan negara-negara industri maju yang penerimaan pajaknya sebagian besar berasal dari wajib pajak (WP) perorangan, penerimaan pajak di Indonesia masih didominasi 70% oleh WP badan. Akibatnya, saat perekonomian terguncang, penerimaan pajak terganjal.

Banyaknya perorangan yang belum terdaftar sebagai WP dan masih banyaknya WP yang belum membayar pajak dengan benar, terutama di sektor pertambangan mineral dan batubara, hanya dapat dibenahi melalui ekstensifikasi dan intensifkasi pajak secara masif dan berkesinambungan.

Sayangnya, jumlah pegawai pajak dan kantor pelayanan pajak masih jauh dari kebutuhan. DJP tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasi hal-hal guna mendongkrak penerimaan pajak itu mengingat DJP tidak memiliki otonomi di bidang strukturisasi organisasi, Sumber Daya Manusia dan anggaran.

Hanya dengan pembentukan Badan Otonomi Pajak yang diberi kewenangan penuh di bidang strukturisasi organisasi, Sumber Daya Manusia dan anggaran, maka penerimaan pajak sebagai penopang utama APBN dus penopang pembangunan nasional Indonesia dapat digenjot dengan lebih cepat, efisien dan efektif.

Pada akhirnya, pembentukan Badan Otonomi Pajak bukan sekadar mengikuti trend negara-negara maju dan berkembang lainnya yang dalam tiga dasawarsa terakhir banyak yang merestrukturisasi otoritas pajaknya menjadi Badan Otonomi Pajak, namun karena memang kondisi obyektif perekonomian nasional dan global sekarang menuntut negara Indonesia untuk sesegera mungkin memiliki sebuah Badan Administrasi Pajak yang otonom agar efisien dan efektif dalam mengamankan penerimaan pajak demi keberlangsungan negara Indonesia yang kita cintai bersama.

Oleh Wiyoso Hadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.

No comments:

Post a Comment